Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk berbagai candi dan bangunan bersejarah yang tersebar di berbagai daerah. Salah satu situs bersejarah yang menarik perhatian banyak orang adalah Candi Dieng, yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Dikenal karena keindahan arsitekturnya yang unik dan kekayaan sejarahnya, Candi Dieng menarik minat para wisatawan serta para peneliti sejarah dan arkeologi.
Candi Dieng memiliki ketinggian sekitar 2000 meter di atas permukaan laut dengan memanjang dari arah utara – selatan sekitar 1900 meter dengan lebar 800 meter. Dari lokasi bangunan yang berada di dataran tinggi, para ahli memperkirakan bahwa fungsi candi Dieng adalah sebagai tempat pemujaan terhadap Trimurti (tiga dewa utama dalam agama Hindu), yakni Dewa Brahma (pencipta), Dewa Wisnu (pemelihara), dan Dewa Siwa (penghancur).
Meski belum ada informasi tertulis mengenai sejarah Candi Dieng, tetapi para ahli memperkirakan bahwa candi-candi tersebut telah dibangun atas perintah raja-raja Sanjaya.
Candi Dieng
Candi Dieng merupakan kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa dan diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-8 hingga abad ke-9. Para ahli menduga, Candi Dieng merupakan candi tertua di Jawa.
Aapun di wilayah Dieng ditemukan prasati berangka tahun 808 Masehi yang merupakan prasasti tertua yang bertulis huruf Jawa kuno, hingga saat ini prasasti tersebut masih ada.
Untuk pembangunan Candi Dieng, para ahli memperkirakan bahwa hal itu dilakukan dua tahap. Tahap pertama berlangsung antara akhir abad ke-7 hingga perempat pertama abad ke-8.
Pada tahap pertama pembangunan candi meliputi Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Semar, dan Candi Gatutkaca. Pembangunan tahap kedua merupakan lanjutan tahap pertama yang berlangsung hingga sekitar tahun 780 Masehi.
Kemudian, pembangunan tahap kedua merupakan lanjutan tahap pertama yang berlangsung hingga sekitar tahun 780 Masehi.
Diketahui, Candi Dieng ditemukan pertama kali kembali pada tahun 1814 oleh tentara Inggris yang sedang berwisata. Saat itu, ia melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga, tempat lokasi candi tersebut pada tahun 1956.
Pada tahun 1864, upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Van Kinsbergen kemudian melanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar.
Luas Candi Dieng sekitar 1,8 x 0,8 kilometer persegi. Candi-candi yang terdapat di candi Dieng terdiri dari tiga kelompok candi dan satu candi yang berdiri sendiri.
Kelompok Arjuna
Kelompok Arjuna terdiri dari empat candi yang berderet memanjang dari arah utara selatan. Kelompok candi ini paling utuh dibanding candi lain di kawasan Dieng.
Deretan candi kelompok Arjuna dari selatan menuju utara, yaitu:
- Candi Arjuna
- Candi Srikandi
- Candi Sembadra
- Candi Puntadewa
- Candi Semar
Kelompok Gatutkaca
Candi kelompok Gatutkaca terdiri dari lima candi, namun terlihat bangunanya hanya Candi Gatutkaca. Empat candi lainnya hanya tersisa reruntuhan. Lima candi kelompok Gatutkaca, yaitu:
- Candi Gatutkaca
- Candi Setyaki
- Candi Nakula
- Candi Sadewa
- Candi Petruk
- Candi Gareng
Kelompok Dwarawati
Kelompok Dwarawati terdiri dari empat candi. Candi yang dalam kondisi relatif utuh hanya Candi Dwarawari. Kelompok Dwarawati lainnya adalah:
- Candi Dwarawati
- Candi Abiyasa
- Candi Pandu
- Candi Margasari
Candi Bima
Candi Bima adalah candi yang menyendiri di atas bukit. Candi tersebut merupakan bangunan terbesar di antara kumpulan candi Dieng.
Rute Menuju Candi Dieng
Perjalanan menuju Candi Arjuna, salah satu candi di kompleks candi Dieng, dari pusat Wonosobo dapat melalui Jalan Dieng dan Jalan Kejajar-Dieng. Adapun jarak tempuh candi Arjuna, dari pusat Wonosobo sekitar 25, 6 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 50 menit.
Sedangkan, rute perjalanan menuju Candi Bima dari pusat Wonosobo dapat melalui Jalan Dieng dan Jalan Kejajar-Dieng. jarak tempuh Candi Bima dari pusat Wonosobo sekitar 27,1 kilometer dengan waktu tempuh 52 menit.(ra)